MASALAH utama perguruan tinggi (PT) di Indonesia, sejak dahulu hingga kini, adalah link and match. Pemerintah belum bisa memprediksi kebutuhan tenaga kerja dan kualifikasi keahlian yang diperlukan untuk beberapa tahun ke depan. Kondisi ini mengakibatkan tidak nyambungnya program studi di PT dengan kebutuhan pasar kerja. Akibatnya, banyak lulusan PT yang susah mencari pekerjaan, dan menambah jumlah pengangguran di Tanah Air.
“Mahasiswa di PT kita itu rasionya kecil. Sekitar lima juta. Sayang kalau waktu belajarnya dihabiskan kuliah dan pada akhirnya gagal masuk pasar kerja. Mereka akahirnya tak ada bedanya dengan lulusan SLTA dan lainnya yang jumnlahnya lebih banyak,” kata Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman, dalam perbincangan dengan Kampus Indonesia, di ruang kerjanya, akhir bulan lalu.
Irman yang menyelesaikan program sarjana S-1 nya di Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, dan S2-nya bidang Marketing di School of Business University of Bridgeport, Connecticut, AS (1987), dan sukses menjadi chief executive officer (CEO) di sejumlah perusahaan di Indonesia, menilai pola pikir masyarakat belum banyak berubah dalam menyekolahkan anak. Yang dikejar pertama adalah gelar akademik. Soal setelah lulus akan bekerja di mana sebagai apa, itu sering tidak dipikirkan.
“Lihat saja kita memiliki Institut Pertanian Bogor (IPB) yang banyak menghasilkan ahli pertanian. Tetapi karena tidak disiapkan lapangan kerja di sektor pertanian, maka lulusannya bekerja di mana saja. Ada yang di perbankan, pemerintahan, jurnalis, dan lainnya. Lalu ada menyindir IPB singkatan dari Institut Pleksibel Banget,” kata Irman sembari menyebut, fenomena itu juga terjadi di hampir semua PT, termasuk alumnus ITB yang banyak menjadi politisi.
Di negara lain, kata Irman, link and match itu bukan hanya berdasarkan prediksi peluang kerja setahun sampai lima tahun ke depan. Tetapi hingga 20 tahun yang akan datang. Dasarnya adalah riset dan forcasting terhadap tren yang terjadi. Di AS, Irman memberikan contoh, hampir tidak ada tenaga terdidik, bersertifikat, yang tidak bekerja. Pendidikan di PT seolah sudah dibukakan jalan sejak seseorang memasuki kuliah.
Baca Dulu: Contoh Surat Lamaran Kerja Yang Baik dan Benar
Salah satu peringkat PT di dunia adalah seberapa banyak alumninya terserap pasar kerja. Kondisi yang masih belum klop antara perencanaan pendidikan dan pasar kerja ini menyebabkan peringkat PT unggulan di Indonesia, seperti UI, ITB, UGM, Unair, ITS, masih belum menempati ranking 10 besdar di Asean. “Kita masih kalah dibanding Malaysia, Singapura, Thailand,” kata pria kelahiran Kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat, 11 Februari 1962 ini.
Menurut Irman Indonesia lebih banyak menunggu. Menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akhir 2015 dikhawatirkan pekerja kita hanya akan menjadi penonton karena seperti tidak ada persiapan apapun untuk meningkatkan kompetensi pekerja kita. Dan itu mestinya sudah dimulai sejak di perguruan tinggi beberapa tahun lalu. “Di Thailand, 5-10 tahun yang lalu mereka sudah mempersiapkan dan lulusannya diarahkan agar bisa bekeraj di Indonesia.”
Model Magang
Irman khawatir, saat MEA berlangsung, kita sibuk menangkis dan membuat hambatan agar pekerja Asean tak menyerbu Indonesia. Namun pekerja Indonesia juga gagal masuk ke negara tetangga. Tak ada cara lain selain meningkatkan kompetensi dengan memperbanyak pekerja yang memiliki sertifikat kompetensi di tingkat Asean sehingga kita benar-benar selevel.
Baca juga: Contoh Surat Kuasa Pengambilan BPKB
Menanggapi ketimpangan penyerapan kerja dan yang tidak sebanding dengan bertambahnya angkatan kerja terdidik Irman sepakat harus disiapkan kurikulum yang mengarah kepada pekerja mandiri atau wirausahawan. Karena itu bisa dilakukan lagi model magang, semacam KKN di masa lalu, namun lebih spesifik dan terarah sesuai bidang studinya.
“Kalau jurusan hukum musti magang di kantor pengacara atau notaris. Kalau ekonomi ya di perusahaan, kalau teknik yang di kontraktor. Mereka dituntut membuat skripsi berdasarkan pengalaman magang itu. Tujaunnya setelah lulus dia bisa memulai usaha sendiri. Pendidikan kita harus makin ke arah sana,” kata Irman.
Karena prihatin dengan kondisi pendidikan tinggi Indonesia membuat Irman beberapa waktu lalu mengusulkan agar Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi dipindahkan ke bawah Kementerian Riset dan Teknologi. “Alhamdulillah usulan itu didengar oleh Presiden Jokowi dan mewujudkannya dalam kabinet sekarang. PT ada di bawah Kementerian Riset,” kata Irman yang sebelumnya sudah mengusulkan hal itu kepada Forum Rektor.
Latar belakang usulan itu antara lain Irman prihatin dengan minimnya jumlah paten dan inovasi sains dan teknologi di negeri kita. Jika ada di Kementerian Ristek maka para ilmuwan dan peneliti dapat difasilitasi secara penuh untuk melakukan riset di segala bidang serta inovasi teknologi, demi membuat Indonesia menjadi bangsa produsen dan tidak sekadar sebagai bangsa konsumen yang hanya mampu membeli produk teknologi asing.
Dengan demikian maka para ilmuwan dan periset Indonesia akan bergairah lagi dan dapat difasilitasi secara penuh dengan jalan memanfaatkan anggaran pendidilkan yang 20% dari APBN itu secara maksimal. Artinya, distribusi dari alokasi anggaran 20% itu perlu diatur ulang agar porsi pembiayaan riset dapat diperbesar dan dikelola oleh Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek.
Irman yakin bahwa dengan cara itu maka pihak swasta pun akan tergerak untuk berkolaborasi dengan PT karena penekanan pada riset Iptek akan berdampak pada munculnya berbagai inovasi teknologi baru sehingga pada saatnya nanti bangsa kita bisa menjadi bangsa produsen teknologi dan tidak hanya dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa lain sebagai pasar besar tempat mereka mengeruk keuntungan dari penjualan produk-produk teknologi mereka.
Lihat saja sekarang, jumlah telepon seluler di Indonesia sudah mencapai 110% dari jumlah penduduk, tetapi semua ponsel itu adalah produk asing. Bahkan sekitar 95% infrastruktur jaringan telekomunikasi pun didatangkan dari luar negeri.
“Lihat saja kita memiliki Institut Pertanian Bogor (IPB) yang banyak menghasilkan ahli pertanian. Tetapi karena tidak disiapkan lapangan kerja di sektor pertanian, maka lulusannya bekerja di mana saja. Ada yang di perbankan, pemerintahan, jurnalis, dan lainnya. Lalu ada menyindir IPB singkatan dari Institut Pleksibel Banget,” kata Irman sembari menyebut, fenomena itu juga terjadi di hampir semua PT, termasuk alumnus ITB yang banyak menjadi politisi.
Di negara lain, kata Irman, link and match itu bukan hanya berdasarkan prediksi peluang kerja setahun sampai lima tahun ke depan. Tetapi hingga 20 tahun yang akan datang. Dasarnya adalah riset dan forcasting terhadap tren yang terjadi. Di AS, Irman memberikan contoh, hampir tidak ada tenaga terdidik, bersertifikat, yang tidak bekerja. Pendidikan di PT seolah sudah dibukakan jalan sejak seseorang memasuki kuliah.
Baca Dulu: Contoh Surat Lamaran Kerja Yang Baik dan Benar
Salah satu peringkat PT di dunia adalah seberapa banyak alumninya terserap pasar kerja. Kondisi yang masih belum klop antara perencanaan pendidikan dan pasar kerja ini menyebabkan peringkat PT unggulan di Indonesia, seperti UI, ITB, UGM, Unair, ITS, masih belum menempati ranking 10 besdar di Asean. “Kita masih kalah dibanding Malaysia, Singapura, Thailand,” kata pria kelahiran Kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat, 11 Februari 1962 ini.
Menurut Irman Indonesia lebih banyak menunggu. Menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akhir 2015 dikhawatirkan pekerja kita hanya akan menjadi penonton karena seperti tidak ada persiapan apapun untuk meningkatkan kompetensi pekerja kita. Dan itu mestinya sudah dimulai sejak di perguruan tinggi beberapa tahun lalu. “Di Thailand, 5-10 tahun yang lalu mereka sudah mempersiapkan dan lulusannya diarahkan agar bisa bekeraj di Indonesia.”
Model Magang
Irman khawatir, saat MEA berlangsung, kita sibuk menangkis dan membuat hambatan agar pekerja Asean tak menyerbu Indonesia. Namun pekerja Indonesia juga gagal masuk ke negara tetangga. Tak ada cara lain selain meningkatkan kompetensi dengan memperbanyak pekerja yang memiliki sertifikat kompetensi di tingkat Asean sehingga kita benar-benar selevel.
Baca juga: Contoh Surat Kuasa Pengambilan BPKB
Menanggapi ketimpangan penyerapan kerja dan yang tidak sebanding dengan bertambahnya angkatan kerja terdidik Irman sepakat harus disiapkan kurikulum yang mengarah kepada pekerja mandiri atau wirausahawan. Karena itu bisa dilakukan lagi model magang, semacam KKN di masa lalu, namun lebih spesifik dan terarah sesuai bidang studinya.
“Kalau jurusan hukum musti magang di kantor pengacara atau notaris. Kalau ekonomi ya di perusahaan, kalau teknik yang di kontraktor. Mereka dituntut membuat skripsi berdasarkan pengalaman magang itu. Tujaunnya setelah lulus dia bisa memulai usaha sendiri. Pendidikan kita harus makin ke arah sana,” kata Irman.
Karena prihatin dengan kondisi pendidikan tinggi Indonesia membuat Irman beberapa waktu lalu mengusulkan agar Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi dipindahkan ke bawah Kementerian Riset dan Teknologi. “Alhamdulillah usulan itu didengar oleh Presiden Jokowi dan mewujudkannya dalam kabinet sekarang. PT ada di bawah Kementerian Riset,” kata Irman yang sebelumnya sudah mengusulkan hal itu kepada Forum Rektor.
Latar belakang usulan itu antara lain Irman prihatin dengan minimnya jumlah paten dan inovasi sains dan teknologi di negeri kita. Jika ada di Kementerian Ristek maka para ilmuwan dan peneliti dapat difasilitasi secara penuh untuk melakukan riset di segala bidang serta inovasi teknologi, demi membuat Indonesia menjadi bangsa produsen dan tidak sekadar sebagai bangsa konsumen yang hanya mampu membeli produk teknologi asing.
Dengan demikian maka para ilmuwan dan periset Indonesia akan bergairah lagi dan dapat difasilitasi secara penuh dengan jalan memanfaatkan anggaran pendidilkan yang 20% dari APBN itu secara maksimal. Artinya, distribusi dari alokasi anggaran 20% itu perlu diatur ulang agar porsi pembiayaan riset dapat diperbesar dan dikelola oleh Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek.
Irman yakin bahwa dengan cara itu maka pihak swasta pun akan tergerak untuk berkolaborasi dengan PT karena penekanan pada riset Iptek akan berdampak pada munculnya berbagai inovasi teknologi baru sehingga pada saatnya nanti bangsa kita bisa menjadi bangsa produsen teknologi dan tidak hanya dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa lain sebagai pasar besar tempat mereka mengeruk keuntungan dari penjualan produk-produk teknologi mereka.
Lihat saja sekarang, jumlah telepon seluler di Indonesia sudah mencapai 110% dari jumlah penduduk, tetapi semua ponsel itu adalah produk asing. Bahkan sekitar 95% infrastruktur jaringan telekomunikasi pun didatangkan dari luar negeri.